TUGAS RESUME BUKU
SISTEM HUKUM INDONESIA
OZZY NABILA
SAVANI
1101607
PRODI
ILMU ADMINSTRASI NEGARA
JURUSAN
ILMU SOSIAL POLITIK
FAKULTAS
ILMU-ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
rasa syukur yang tiada terhingga atas kehadirat Allah SWT yang telah
menganugrahkan kekuatan lahir dan bathin, petunjuk serta keridhoan Nya sehingga
menulis dapat menyelesaikan tugas resume Sistem Hukum Indonesia. Makalah ini
ditulis dalam rangka untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Sistem Hukum
Indonesia.
Mudah-mudahan
makalah ini bermanfaat tidak hanya bagi mahasiswa, tetapi juga diharapkan
bermanfaat bagi para pendidik dan orang tua yang ingin mendalam tentang Sistem
Hukum Indonesia.
Terima
kasih penulis disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaikan
makalah ini. Teristimewa penulis ucapkan terimakasih kepada Dosen Pembimbing
mata kuliah Sistem Hukum Indonesia yang telah membimbing penulis dalam
penyelesaian makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa dalam penulis makalah ini banyak terdapat kekurangan. Oleh
karena itu masukan yang bersifat konstrukif dari semua pihak sangat diharapkan
untuk penyempurnaan di masa akan datang.
Akhir
kata penulis berharap laporan ini berguna bagi kita semua, terima kasih.
Padang, Juli
2013
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. SISTEM HUKUM SEBAGAI BAGIAN DARI
SISTEM NORMA
Norma
adalah istilah yang sering digunakan untuk menyebut segala sessuatu yang
bersifat mengatur kehidupan manusia. Sistem norma yang berlaku bagi manusia
sekurang-kurangnya terdiri atas 4 unsur norma, yakni norma moral, norm agama,
norma etika atau norma sopan santun serta norma hukum. Keempat norma tersebut
berjalan secara sistematik, simultan dan komplementer bagi manusia, artinya
saling bertautan dan saling melengkapi, antara yang satu dengan yang lain.
Norma
moral adalah sistem aturan yang berlaku bagi manusia yang bersumber dari setiap
hari manusia atau yang sering disebbut juga dengan hati nurani yang bekerja
atas dasar kesadaran setiap manusia terhadap sekelilingnya.
Norma
agama adalah sistem aturan yang diperoleh manusia berdasarkan ajaran agama yang
dianutnya. Sumber agma berasal dari ajaran Tuhan yang diperoleh atau yang
diturunkan dan disebarluaskan melalui para Nabi dan Rasul-Nya.
Norma
etika atau norma sopan santun adalah sistem aturan hidup manusia yang bersumber
dari kesepakatan-kesepakatan (konsensus) yang diciptakan oleh dan dalam suatu
komunitas masyarakat pada suatu wilayah tertentu.
Norma
hukum adalah sistem aturab yang diciptakan oleh lembaga kenegaraan yang
ditunjuk melalui mekanisme tertentu. Artinya hukum diciptakan dan diberlakukan
oleh institusi yang memang memiliki kompetensi atau kewenangan dalam membentuk
dan memberlakukan hukum, yaitu badan legislatif. Dengan demikian, hukum di
Indonesia dibentuk lembaga-lembaga seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat
(dalam bentuk Ketetapan MPR), Dewan Permusyawaratan Rakyat (DPR) dan atau
pemerintah sesuai dengan kapasitas dan jangkauan yang ingin dicapai oleh hukum
tersebut. Norma hukum memuat sanksi yang tegas dan akan segera dijatuhkan
apabila dilanggar.
B.
HUKUM
INDONESIA SEBAGAI SISTEM NORMA YANG BERRLAKU DI INDONESIA.
Istilah
Hukum Indonesia sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjuk
pada sistem norma yang berlaku dan atau diberlakukan di Indonesia. Hukum
Indonesia adalah hukum, sistem norma atau sistem aturan yang berlaku di
Indonesia. Dengan kata lain, Hukum Indonesia adalah hukum positif Indonesia,
semua hukum yang dipositifkan atau yang sedang berlaku di Indonesia.
Membicarakan SIStem Hukum Indonesia berarti membahas hukum secara sistematik
yang berlaku di Indoesia. Sistematik hukum berarti hukum dilihat sebagai suatu
kesatuan, yang unsur-unsur, sub-subsistem atau elemen-elemennya saling
berkaitan, saling pengaruh mempengaruhi, serta saling memperkuat atau
memperlemah antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Sebagai
suatu sistem, Hukum Indonesia terdiri atas sub-subsistem atau elemen-elemen
hukum yang beraneka, antara lain Hukum
Tata Negara (yang bagian-bagiannya terdiri dari Hukum Tata Negara dalam
arti sempit dan Hukum Tata Pemerintahan), Hukum
Perdata (yang bagian-bagiannya yang terdiri atas Hukum Perdata dalam arti
sempit, Hukum Acara Perdata dan Hukum Dagang atau Hukum Bisnis), Hukum Pidana (yang bagian-bagiannya
terdiri atas Hukum Pidana Umum, Hukum Pidana Tentara, Hukum Pidana Ekonomi,
serta Hukum Acara Pidana) serta Hukum
Internasional (yang terdiri atas Hukum Internasional Publik dan Hukum
Perdata Internasional).
C.
SUMBER
HUKUM INDONESIA
Sumber Hukum Indonesia adlah
segala sesuatu yang memiliki sifat normatif yang dapat dijadikan tempat
berpijak bagi dan atau tempat memperoleh informasi tentang sistem hukum yang
berlaku di Indonesia. Sumber Hukum Indonesia adalah :
1. Pancasila
Sudah menjadi ketentuan
ketatanegaraan sebagai suatu kesepakatan serta doktrin kenegaraan, bahwa
Pancasila adalah pandangan hidup, ideologi bangsa Indonesia serta ‘sumber
segala sumber hukum” Indonesia. Artinya bahwa Pancasila adalah pandngan hidup,
kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaan dan watak dari
rakyat negara yang bersangkutan serta menjadi tempat berpijak atau berssandar
bagi setiap persoalan hukum yang ada atau yang muncul di Indonesia, tempat
mengiji keabsahan baik dari sisi filosofis maupun yuridis.
Dalam konteks Pancasila sebagai
sumber segala sumber hukum (dengan kata lain sebagai kaidah dasar),
Teori Pakar Hukum Kenegaraan Hans
Kelsen tentang hierarki norma yang berlaku di suatu negara, yang lazim
dianalogikan dengan Teori Tangga atau Stuffen Theory, dengan skema sebagai
berikut :
Berdasarkan teori
Hans Kelsen tersebut, maka kedudukan Pancasila berada pada tangga yang paling
tertinggi. Hal ini berarti bahwa Pancasila harus diletakkan sebagai kaidah
dasar, groundnorms atau sumber segala sumber hukum yang menjadi dasar bagi
berlakunya UUD 1945. Sebagai contoh, pasal 33 (3) tentang bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang harus dikelola oleh negara demi
kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
2. Undang-Undang
Dasar 1945
Undang-undang dasar 1945
merupakan perwujudan dari tujuan Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus
1945 yang terdiri atas Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
a.
Pembukaan
UUD 1945
Pokok-pokok
pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945.
1)
Pembukaan
UUD 1945 merupakan penuangan jiwa Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945,
yakni Pancasila, sesuai dengan penjelasan resmi (autentik)-nya yang mengandung
pokok-pokok pikiran :
a)
“Negara”
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar
atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b)
Negara
hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
c)
Negara
yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan
perwakilan.
d)
Negara
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
berabad.
2)
Penyusunan
UUD 1945 sessungguhnya dilandasi oleh jiwa Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Piagam
Jakarta tersebut didasari oleh Pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 yang
dikenal dengan “Pidato Lahirnya Pancasila”.
3)
Pembukaan
UUD 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan yang terperinci, yang mengandung
cita-cita luhur dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang memuat
Pancasila sebagai dasar negara, merupakan satu rangkaian dengan proklamasi.
b.
Hubungan
antara Pembukaan dengan Batang Tubuh UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 mempunyai
fungsi atau hubungan langsung dengan Batang Tubuh UUD 1945 mengandung
pokok-pokok pikiran yang kemudian dijabarkan secara operasional dalam
pasal-pasal yang tercantum dalam UUD 1945.
Apabila dalam pembukaan tercantum
pokok-pokok pikiran yang secara substansial kemusian terangkum dalam Pancasila,
yakni Perssatuan Indonesia, Keadilan Sosial, Kedaulatan Rakyat berdasar atas
Kerakyatan dan Permusyawaratan Perwakilan, Ketuhanan Yang Maha Esa menurut
dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yang tidak ;ain adalah filosofi dan
ideologis negara kita, maka pasal-pasal yang terirai dalam UUD 1945 merupakan
sumber kekuatan hukum untuk mempertahankan dasar filosofi dan ideologis
tersebut.
c.
Batang
Tubuh UUD 1945
UUD Republik Indonesia 1945 yang
terdiri atas 37 pasal, ditambah dengan 4 pasal peralihan dan 2 pasal tambahan,
berisi materi yang pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu
;
a)
Pasal-pasal
yang berisi materi pangaturan sistem pemerintahan negara tentang kedudukan, tugas,
wewewang dan hubungan antar-lembaga negara (lembaga tertinggi dan
lembaga-lembaga tinggi negara)
b)
Pasal-pasal
yang berisi materi hubungan negara dengan warga negara dan penduduknya.
Dari penjelasan dan batang tubuh
UUD 1945 diatas, setidaknya ada 3 (tiga) masalah penting dalam kehidupan
bernegara, yaitu :
(1)
Sistem
Pemerintahan dan Kenegaraan
Berdasarkan butir pikiran yang
terkandung dalam pasal-pasal yang ada dalam UUD 1945, ada 7 (tujuh) dasar utama
sistem penyelenggaraan pemerintahan dan penyelenggaraan kehidupan kenegaraan
kita, yaitu:
pertama,
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechsstaat).
Negara
Indonesia berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Asas
ini mengandung makna yang amat dalam kehidupan masyarakat dan bernegara, karena
itu berarti bahwa negara (termasuk didalamnya pemerintah, lembaga-lembaga
negara dan lembaga pemerintah serta aparatur negara) dalam melaksnakan tugasnya
senantiasa harus mendasarkan diri pada hukum dan keadilan.
Kedua, penyelenggaraan pemerintahan
berdasarkan sistem konstitusi
Asas
atau prinsip ini mengandung makna bahwa dalam kehidupan bernegara, harus selalu
didasarkan tindakan secara konstitusional. Artinya, harus selalu berpijak
kepada UUD yang ada (UUD 1945)
Ketiga, kekuasaan negara tertinggi
berada pada Majelis Permusyawaratan Rakyat
Kedaulatan
rakyat Indonesia sebagai kedaulatan tertinggi dalam suatu negara dipegang oleh
lembaga tertinggi negara : Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
atau disingkat dengan MPR-RI.
Keempat, presiden adalah penyelenggara
pemerintahan negara yang tertinggi dibawah majelis.
Pernyataan
tersebut tertera dalam penjelasan UUD 1945. Tepatnya, penjelasan tersebut
adalah sebagai berikut : “dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, presiden ialah
penyelnggara pemerintahan negara yang tertinggi.”
Kelima, presiden tidak bertanggung jawab
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Menteri
negara adalah pembantu presiden. Dalam sistem pemerintahan kita, presiden tidak
bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, dalam menciptakan
undang-undang dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Keenam, meenteri negara tidak
bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Dinyatakan
dalam penjelasan UUD 1945, bahwa “Presiden mengangkat dan memberhentikan
Mentei-Menteri Negara.” Menteri-menteri negara tersebut tidak bertanggung jawab
kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Ketujuh, kekuasaan kepala negara tidak
terbatas.
Sebagaimana
dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, meskipun Kepala Negara tidak
bertangggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia buaknlah diktator,”
artinya presiden memiliki kekuasaan yang terbatas, dengan pembatasan-pembatasan
sebagaimana tertera dalam UUD dan peraturan perundangan lainnya.
(2)
Kelembagaan
atau Institusi Negara.
Kelembagaan
atau Institusi negara yang diatur dlam UUD RI 1945 adalah :
a)
Majelis
Permusyawaratan Rakyat
Majelis yang berfungsi sebagai
representasi rakyat Indonesia yang disingkat MPR, yang oleh UUD 1945 diberi
tugas untuk :
1)
Menetapkan
Undang-Undang Dasar (pasal 3)
2)
Menetpkan
Garis-Garis Besar Haluan Negara (pasal 3)
3)
Memilih
Presiden dan Wakil Presiden (pasal 3). Ketentuan ini telah dihapus melalui
Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (ST MPR) 2002, karena presiden
dan wakil presiden dipilih secara langsung.
b)
Presiden
dan Wakil Presiden
Menurut pasal 4 UUD 1945,
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan mennurut
Undang-Undang. Artinya, presiden adalah kepala kekuasaan eksekutif dalam
negara. Dalam kewajibannya Presidden dibantu oleh Wakil Presiden.
c)
Dewan
Pertimbangan Agung (DPA)
Lembaga ini merupakan lembaga
tinggi negara yang diatur dalam pasal 16 (1) UUD 1945 yang dalam struktur
kenegaraan berfungsi lembaga konsultatif baik kepada lembaga pressiden maupun
lembaga-lembaga tinggi negara lainnya.
Dalam perkembangan politik
ketatanegaraan lembaga ini pada saat ini dinyatakan ditutup atau dibubarkan
karena secara konstitusional tidak diperlukan lagi.
d)
Pemerintahan
Daerah
Perkembagna terakhir tentang
pemerintahan daerah adalha dengan digulirkannya otonomi daerah yang ditandai
oelh berlakunya UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang pada
prinsipnya memberi ruang otonomi daerah secara leluasa. Pada tataran praksis,
proses otonomi daerah pada saat ini sedang berlangsung yang ditandai oleh
menguatnya peranan daerah dalam percaturan politik kenegaraan. Pelaksaan
otonomi disertai dengan berlakunya UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah.
e)
Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
Tugas
Dewan Perwakilan Rakyat adalah :
i.
Bersama-sama
pemerintah menetapkan undang-undang (Pasal 5(1) jo Pasal 20 (1))
ii.
Menetapkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) (pasal 23 (1))
iii.
Memberikan
persetujuan kepada pressiden atas pernyataan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain. (pasal 11)
Dalam
ilmu kenegaraan, fungsi DPR adalah sebagai lembaga legislatif, yakni
melaksanakan tugas pembuatan undang-undang dan sekaligus melakukan pengawasan
atas jalannya pemerintahan.
f)
Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK)
Lembaga
tinggi ini merupakan lembaga akuntabilitas negara atau lemabag pemeriksa tanggung
jawab keuangan negara. Lembaga ini berfungsi sebagai pemeriksa atas pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang direncanakan dan
dilaksanakan oleh pemerintah setiap tahun.
g)
Mahkamah
Agung (MA)
Mahkamah
Agung adalah lembaga yang kekuasaan kehakiman yang keadilan dan mandiri.
Artinya, terlepas dari segala pengaruh dari luar. Baik pengaruh kekuasaan
eksekutif maupun kekuasaan legisltatif.
(3)
Hubungan
antara Negara dengan Warga Negara Penduduk atau Masyarakat.
a)
Ketentuan
tentang warga negara
Ketentuan
tentang siapa yang berhak untuk disebut sebagai warga negara ada dalam Pasal 26
UUD 1945
b)
Kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
Negara
Republik Indonesia melalui Pasal 27 (1) UUD 1945, mengatur prinsip bahwa setiap
warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum dan pemerintahan,
serta berkewajiban menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa ada perkecualian.
c)
Hak
Rakyat Indonesia atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Melalui
Pasal 27 (2) UUD 1945 yang pada intinya menyatakan bahwa : tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, ternyata bahwa negara
Indonesia memiliki landasan yang kuat dalam menjunjung hak asasi (dasariah)
manusia dibidang penghargaan atas kesejahteraan manusia dengan mengakui
kelayakan dalam memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak atau memadai
dengan martabat manusia.
d)
Hak
atas kemerdekaan atau kebebasan berkumpul dan berserikat.
Kemerdekaan
atau kebebasan berkumpul dan berserikat, yang dalam konsep hak asasi manusia
secara universal telah diperjuangkan umat manusia, diakui secara konstitusional
oleh negara Indonesia melalui Pasal 28 UUD 1945.
e)
Kemerdekaan
atau kebebasan untuk memeluk agama.
Pasal 29 UUD 1945 yang
selengkapnya berbunyi:
Ayat 1 : Negara berdasar
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ayat 2 :
Negara menjamin kemerdekaan kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
f)
Hak
dan kewajiban untuk pembelaan negara.
Negara
Indonesia memberikan hak dan sekaligus juga berkewajiban bagi setiap bangsa
Indonesia untuk melakukan pembelaan terhadap negara. Hak initercantum dalam
Pasal 30 (1 dan 2) UUD 1945.
g)
Hak
untuk memperoleh pengajaran (pendidikan)
Melalui
Pasal 31 UUD 1945, ditetapkan bahwa (Ayat 1): tiap-tiap warga negara berhak
untuk mendapatkan pengajaran. (Ayat 2) Untuk maksud itu, Undang-Undang Dasar
mewajibkan pemerintah mengusahan dan menyelnggarakan satu sistem pengajaran
nasional yang diatur dalam undang-undang.
h)
Kebudayaan
Nasional Indonesia.
Pasal 32
UUD 1945 menetapkan bahwa pemerintah (harus) memajukan kebudayaan nasional
Indonesia.
i)
Hak
Asasi Manusia dan Perkembangannya di Indonesia.
Peraturan
Perundangan yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia, yang merupakan amanat
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1945 Pasal 28J Ayat (5).
3.
Undang-Undang
Secara yuridis (dalam perspektif
hukum) undang-undang memiliki dua makna, yakni :
a.
Undang-undang
secara formal adalah setiap bentuk peraturan perundangan diciptakan oleh
lembaga yang berkompeten dalam pembuatan undang-undang, yakni Dewan Perwakilan
Rakyat serta presiden sebagai kepala pemerintahan. Contohnya, UU No.5 Tahun
1960 tentang Pokok-pokok Agraria.
b.
Undang-undang
secara material adalah setiap produk hukum yang memiliki fungsi regulasi (pengaturan),
yang bersumberkan seluruh dimensi
kehidupan manusia, ekonomi, politik sosial, budaya, kesehatan, agama,
dan dimensi kehidupan lainnya. Contohnya produk hukum yang dibuat oleh semua
lembaga yang memiliki kompetensi membuat peraturan perundangan, misalnya UU,
Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Pereaturan Daerah.
4.
Traktat atau Treaty
Traktat
atau treaty adalah produk hukum yang diciptakan dalam konteks hubungan
antarnegara. Oleh karena itu traktar bisa berupa :
a.
Traktat
Bilateral yang diciptakan oleh dan melibatkan dua negara. Misalnya perjanjian
tentang batas negara antara Indonesia dengan Singapura, Indonesia dengan
Australia dan seterusnya.
b.
Traktat
Multilateral, yaitu perjanjian antarnegara yang melibatkan lebih dari dua
negara. Contoh, perjanjian Internasional tentang pembentukan ASEAN, AFTA, OPEC,
APEC dan PBB.
5.
Doktrin atau Pendapat Para Ahli
Hukum
Doktrin
atau pendapat ahli hukum merupakan sumber hukum yang sangat penting bagi ilmu
hukum dan perkembangannya, karena kemajuan pemikirantentang hukum untuk
menyikapi fenomena yang terjadi setiap waktu.
BAB 2
SISTEM
HUKUM INDONESIA
A.
HUKUM
KEPIDANAAN
Hukum kepidanaan adalah sistem
aturan yang mengatur semua perbuatan yang tidak boleh dilakukan (yang dilarang
untukdilakukan) oleh setiap warga negara Indonesia disertai sanksi yang tegas
bagi setiap pelanggar aturan pidana tersebut serta tata cara yang harus dilalui
bagi para pihak yang berkompeten dalam penegakannya.
Dari isi atau materi yang diatur,
hukum kepidanaan terdiri atas hukum pidana umum dan hukum pidama khusus. Hukum
pidana umum adalah hukum pidana yang dari isi subjek atau pelaku hukumnya serta
dari jangkauan berlakunya mengatur seluruh manusia yang berada pada wilayah
Indonesia, tanpa pengecualian. Hukum pidana umum pada prinsipnya sebagimana
yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang
berlaku bagi orang-orang yang mempunyai kualifikasi khusus atau tertentu di
wilayah Indonesia. Peraturan Perundangan yang termasuk hukum pidana jenis ini
adalah :
a.
Hukum
pidana militer yang aturan umumnya ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Tentara (KUHPT).
b.
Hukum
Pidana Ekonomi, yaitu hukum pidana yang berlaku pada bidang perekonomian
Indonesia, yaitu semua kegiatan yang mengakibatkan kerugian atau kelemahan
perekonomian negara. Contoh: korupsi, penyeludupan, perdagangan gelap,
kejahatan perbankan serta kejahatan korporasi.
c.
Hukum
Pidana Politik adalah hukum pidana yang berkaitan dengan penyelenggaraan
kehidupan bernegara. Contoh, subversi yakni gerakan atau kegiatan bawah tanah
dengan tujuan untuk memisahkan diri dari pemerintahan yang sah, atau melemahkan
kewibawaan pemerintahan dan makar atau usaha penggulingan rezim suatu
pemerintahan yang sah.
1.
Hukum Pidana
Sumber hukum
pidana (material) yang paling utama adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yang terdiri atas 3 (tiga) buku. Buku pertama berisi tentang aturan
umum, yang cakupan isinya tentang: batas berlakunya hukum pidana di Indonesia,
pidana, percobaan, penyertaan dalam tindak pidana, alasan pengajuan dan
penarikan kembali pengaduan, hapusnya kewenangan penuntutan Pidana serta
Istilah-Istilah yang digunakan dalam KUH Pidana. Buku kedua berisi tentang hal
ikhwal kejahatan, sedangkan buku ketiga berisi tentang pelanggaran.
Prinsip
hukum pidana yang menjadi pedoman, baik dalam menyusun peraturan perundangan
maupun digunakan dalam penegakan hukum, antara lain:
1)
Prinsip
hukum pidana berdasarkan tempat, yang lebih dikenal dengan prinsip teritorial, yakni bahwa berlakunya hukum pidana dibatasi
oleh wilayah kedaulatan suatu negara.
(a.) Prinsip
Universal, bahwa
hukum pidana memiliki sifat universal atau berlaku untuk seluruh manusia
didunia.
(b.) Prinsip
Nasionalitas Aktif, yaitu
bahwa hukum pidana memberi jaminan kepastian hukum bagi siapapun warga negara
Indonesia yang melakukan perbuatan pidana di luar wilayah Indonesia, demi
kepentingan negara Indonesia.
(c.) Prinsip
Nasionalitas Pasif, yakni
prinsip perlindungan bagi warga negara Indonesia yang melakukan perbuatan
pidana di negara lain untuk tetap diberikan bantuan perlindungan dari
kesewenang-wenangan perlakuan hukum negara lain.
2)
Prinsip
hukum pidana berdasar orang atau lazim disebut prinsip personal, yakni bahwa hukum pidana berlaku bagi orang
perorang. Prinsip personal yang tersirat dalam aturan hukum pidana antara lain
:
(a.) Geen
straaf zonder schuld atau
‘tidak dipidana seseorang tanpa kesalahan’, artinya bahwa seseorang yang
melakukan perbuatan belum tentu dipidana apabila unsur kesalahannya tidak
terbukti.
(b.) Alasan
Pembenar, yakni
alasan yang membenarkan seseorang melakukan perbuatan pidana, sehingga ia tidak
dapat dihukum atau dipidana.
(c.) Alasan
pemaaf, yaitu
prinsip hukum yang menyatakan bahwa seseorang yang melakukan perbuatan pidana,
tidak dipidana karena dimaafkan kesalahannya.
(d.) Alasan
penghapus hukuman, yaitu
prinsip hukum yang menyatakan bahwa seseorang yang melakukan perbuatan pidana,
tidak dipidana dihapuskan tuntutan atau hukuman yang dibebankan kepadanya
karena alasan-alasan tertentu.
(e.) Ne
Bis in Idem, yaitu
prinsip hukum yang menegaskan bahwa seseorang tidak dapat dihukum untuk kedua
kali untuk satu kasus hukum yang menimpanya.
3)
Prinsip
hukum pidana berdasarkan waktu, yang sering disebut sebagai prinsip atau asas legalitas, yang
bermakna bahwa tidak satupun perbuatan dapat dipidana kecuali telah diatur
sebelumnya. Prinsip hukum ini tersirat dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP.
2. Hukum
Acara Pidana
Hukum
acara pidana adalah hukum pidana yang mengatur tata cara menegakkan hukum
pidana material. Artinya, apabila terjadi pelanggaran hukum pidana material,
maka penegakkan nya menggunakan hukum pidana formal.
Sumber-sumber hukum acara pidana
yang berlaku bagi Indonesia, antara lain :
a.
UU
No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
b.
UU
No.2 Tahun 2002 tentang Pokok-Pokok Kepolisian.
c.
UU
No.5 Tahun 1991 tentang Pokok Kejaksaan.
d.
UU
No.14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman yang Telah Mengalami
Perubahan Melalui UU No.43 Tahun 1999.
e.
UU
No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (MA).
f.
UU
No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
B.
HUKUM
KEPRDATAAN
Hukum
keperdataan adalah sistem aturan yang mengatur tentang berbagai hubungan
manusia konteks kedudukannya sebagai individu terhadap individu yang lain.
Dilihat
dari materi yang diatur, hukum keperdataan di bagi menjadi du bagian utama,
yaitu: Hukum Perdata dan Hukum Acara Perdata.
1. Hukum
Perdata
Hukum
Perdata adalah hukum atau sistem aturan yang mengatur tentang hak dan kewajiban
orang dan badan hukum sebagai perluasan dari konsep subjek hukum yang satu
terhadap yang lain baik dalam hubungan keluarga maupun dalam hubungan
masyarakat.
Sistematika
hukum perdata tertulis berdasarkan konsep ilmu pengatahuan hukum adalah
sistematika yang didesain berdasarkan siklus hidup manusia yaitu pada bahwa
hakikatnya kehidupan manusia berputar pada siklus berbeda (lahir), berkembang
dan berkeluarga, mencari kesejahteraan (mencari harta kekayaan) serta setelah
meningal dunia, meninggalkan harta warisan kepada generasi berikutnya yang
terdiri atas 4 bagian, yaitu:
(a.) Hukum
Perorangan, yang
berisi tentang kedudukajn orang dlam hukum serta hak dan kewajiban serta akibat
hukum yang ditimbulkannya.
(b.) Hukum
Keluarga, yang
berisi tentang aturan hubungan suami istri, orangtua anak-anak serta hal dan
kewajibannya masing-masing.
(c.) Hukum
Harta Kekayaan, yang
berisi sistem aturan tentang kedudukan benda dalam hukum serta berbagai hak-hak
kebendaan yang bisa diperoleh orang.
(d.) Hukum
Waris, yang
berisi tentang sistem aturan kedudukan benda yang ditinggalkan oleh orang yang
meninggal dunia dan bagaimana cara pembagiannya terhadap yang ditinggalkannya.
a.
Kedudukan
Orang Dalam Hukum Perdata.
Beberapa
prinsip hukum perdata yang berkaitan dengan kedudukan orang dalam hukum
perdata, antara lain:
1)
Prinsip
perlindungan Hak Asasi Manusia (Pasal 1 ayat 3 KUH Perdata).
2)
Prinsip
setiap orang harus memiliki nama dan tempat tinggal (prinsip domisili) yakni
bahwa untuk kepentingan hukum maka setiap orang harus memiliki nama yang
didaftarkan secara resmi melalui akta, serta harus memiliki alamat atau tempat
tinggal tetap.
3)
Prinsip
perlindungan bagi orang-orang yang tidak mjemiliki kecakapan bertindak (tidak
memiliki kecakapan untuk melakukan suatu perbuatan hukum), artinya bagi orang
yang fisik atau psikis tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum harus ada wakil
atau pengampu (kurator) yang mendampinginya.
4)
Prinsip
monogami dan poligami dalam perkawinan. Prinsip perkawinan di Indonesia menurut
UU No.1 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Perkawinan, menggunakan prinsip poligami
yang diperketat.
5)
Prinsip
bahwa suami adalah kepala keluarga.
b.
Kedudukan
Benda Dalam Hukum Perdata
Beberapa
prinsip hukum kebendaan yang menjadi pedoman dalam hukum kebendaan adalah :
1) Prinsip
pembagian hak manusia kedalam hak kebendaan dan hak perorangan. Hak kebendaan adalah hak untuk
menguasai benda secara langsung atas suatu benda dan kekuasaan tersebut dapat
dipertahankan terhadap setiap orang.
2) Prinsip
hak milik fungsi sosial. Prinsip
hukum ini memiliki makna bahwa orang tidak dibenarkan untuk menggunakan hak
miliknya secara merugikan orang lain.
c.
Prinsip-Prinsip
Perikatan Dalam Hukum Perdata
Pasal
1233 KUH Perdata mengatur bahwa : “perikatan dapat dilahirkan karena
persetujuan atau perjanjian atau karena Undang-Undang.
Perikatan yang lahir karena Undang-Undang
ada 2 (dua) macam :
1)
Perikatan
yang semata-mata lahir karena diberlakukannya suatu Undang-Undang.
2)
Perikatan
yang lahir karena Undang-Undang, dikarenakan oleh perbuatan orang yang
diperbolehkan (secara hukum), ataupun karena perbuatan orang yang melanggar
hukum.
Prinsip-prinsip
perikatan antara lain :
1) Prinsip
kebebasan bertindak,
yaitu prinsip melakukan hubungan hukum yang menekankan bahwa setiap orang yang
melakukan hubungan perikatan harus didasarkan atas kemauan dan kebebasan
dirinya sendiri, bukan atas tekanan atau paksaan orang lain (pasal 1338 KUH
Perdata)
2) Prinsip
perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik, yaitu prinsip hukum yang
menekankan bahwa setiap hubungan hukum yang dilakukan setiap orang harus
didasarkan atas keinginan dan niat yang baik.
3) Prinsip
perjanjian adalah Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Prinsip ini menekankan bahwa
setiap orang yang membuat perjanjian, harus menghormati dan menaatinya karena
kedudukan perjanjian adalah sama dan sejajar dengan Undang dan Hukum (pasal
1313 KUH Perdata).
4) Prinsip
semua harta kekayaan seseorang menjadi jaminan atau tanggungan bagi semua
utang-utangnya. Prinsip
hukum ini merupakan jaminan bagi setiap orang bahwa ketika seseorang melakukan
perkataan maka semua yang dimilikinya merupakan jaminan atas apa yang
diperbuat.
5) Prinsip
Acto Pauliana, yaitu
prinsip hukum yang menekankan diperbolehkannya tindakan atau aksi bagi seorang
kreditor untuk membatalkan semua perjanjian dengan debitur yang dilakukan
dengan iktikad buruk dengan pihak ketiga yang dimaksudkan untuk merugikan
kreditor, dan perbuatan yang dilakukan dengan pihak ketiga tersebut tidak
diharuskan dalam perjanjian. (pasal 1341 KUH Perdata).
2. Hukum
Acara Perdata.
a.
Sumber
Hukum Acara Perdata
Sumber hukum acara perdata yang
paling utama antara lain :
1)
UU
No.14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman yang Telah
disempurnakan dengan UU No.43 Tahun 1999.
2)
Herziene
Inlands Reglemen (HIR) atau Reglemen Bumi Putera yng diperbaharui yang
dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda Staadblad No.44 Tahun 1941 serta
Hukum bagi masyarakat Jawa dan Madura Tahun 1943.
3)
UU
No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
4)
UU
No.2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
b.
Prinsip-Prinsip
Hukum Acara Perdata
Implementasi
dari hukum acara perdata didasarkan atas prinsip-prinsip atau asas-asas hukum
acara perdata yang dikenal luas dikalangan peradilan perdata, sebagai berikut :
1)
Hakim
bersifat menunggu.
2)
Hakim
dilarang menolak perkara.
3)
Hakim
bersifat aktif.
4)
Hakim
harus mendengar kedua belah pihak.
5)
Putusan
harus disertai alasan
6)
Peradilan
bersifat sederhana, cepat dan berbiaya ringan (murah).
7)
Peradilan
berjalan objektif (prinsip objektifitas)
8)
Hakim
tidak menguji Undang-Undang (menguji tidak dikenal)
c.
Alat
Bukti Persidangan
Alat bukti yang disampaikan meliputi
:
1)
Alat
bukti tertulis, yaitu alat bukti yang sah secara hukum, yang ditandai oleh
tanda tangan yang sah, materai atau cap (akta otentik) atau akta dibawah
tangan.
2)
Kesaksian,
baik saksi biasa atau saksi mata (yang memberikan kesaksian berdasarkan apa yang
dilihat, dirasakan atau ditangkap dengan pancaindra lainnya maupun saksi lain).
3)
Pengakuan,
yaitu petunjuk yang diakui atau yang dinyatakan oleh para pihak.
4)
Persangkaan,
yaitu dugaan kuat telah terjadi atau dilakukannya suatu wanprestasi oleh
tergugat dan gugatan ini oleh penggugat dijadikan dasar tuntutan ke pengadilan.
5)
Sumpah,
yaitu pernyataan khitmad yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji
atau keterangan dengan mengikat akan sifat Maha Kuasa dari Tuhan.
d.
Putusan
Dalam Hukum Acara Perdata
putusan hakim mempunyai 3
kekuatan, yaitu:
1)
Kekuatan
mengikat putusan hukum adalah kekuatan mengikatnya sebuah putusan hakim
terhadap kedua pihak untuk menaatinya.
2)
Kekuatan
pembuktian adalah kekuatan yang bisa dijadikan sebagai alat bukti bagi para
pihak, yang mungkin digunakan untuk mengajukan banding atau kasasi.
3)
Kekuatan
eksekutorial adalah kekuatan yang melekat pada putusan hakim yang digunakan
sebagai dasar realisasi atau pelaksanaan putusan hakim secara paksa.
C.
HUKUM
KENEGARAAN
Hukum
kenegaraan adalah sistem aturan yang mengatur atau tata cara penyelenggaraan
kehidupan bernegara.
1.
Hukum
Tata Negara
Hukum
tata negara adalah istilah yang sering digunakan oleh para ahli hukum untuk
menyebut sistem aturan yang mengatur tentang status, bentuk serta mekanisme
penyelnggaraan negara.
Sumber
hukum tata negara yang menjadi tempat rujukan tentang aturan-aturan kenegaraan
adalah:
(a.)
UUD
1945, yang didalamnya mengatur tentang segala hal ikhwal mekanisme kehidupan
negara secara mendasar, berddasarkan semangat zaman yang terjadi di Indonesia.
(b.)
Ketetapan
MPR Republik Indonesia, yang dihasilkan oleh lembaga tinggi negara dan
mencerminkan representasi seluruh kekuatan bangsa Indonesia, karena saat ini
para angggotanya mayoritas dipilih berdasarkan mekanisme pemilihan umum dan
sebagian kecil diangkat berdasarkan pertimbangan representasi golongan profesi,
yaitu utusan golongan dan TNI/PLRI.
(c.)
Undang-Undang,
yaitu peraturan yang diciptakan oleh lembaga-lembaga yang berkompeten (DPR dan
Presiden), yang materinya berkaitan dengan susunan dan fungsi lembaga tinggi
negara.
(d.)
Peraturan
perundangan lainnya, seperti peraturan pemerintah dan putusan presiden (yang
dibbuat presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan), yang merupakan
sumber hukum tata negara yang penting karena ssati kedua sumber itu bisa dicari
dan didapatkan informasi tentang rangkaian hukum tata begara secara ddetail dan
terperinci.
(e.)
Kebiasaan
ketatanegaraan, yaitu kebiasaan yang tumbuh dalam kehidupan bernegara.
(f.)
Traktat
atau treaty, yaitu perjanjian yang dibuat oleh Indonesia dengan negara lain,
baik yang bersifat bilateral maupun multilateral.
a.
Subjek
Hukum Tata Pemerintahan
(1)
Pegawai
negeri terdiri atas pegawai negeri sipil, tentara, polisi, serta Badan Usaha
Milik Negara
(2)
Jabatan-jabatan
yang disusun berddasarkan fungsi serta susunan organisasi publik.
(3)
Jawatan
publik, dinas-dinas publik, bdan usaha milik negara dan daerah.
(4)
Daerah
otonom
(5)
Negara.
b.
Sumber
Hukum Tata Pemerintahan
(1)
Undang-Undang,
yaitu berbagai undang-undang yang mengatur kehidupan pemerintahan, misalnya UU
No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, UU No.25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, UU No.28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang bersih serta bebas dari Korupsi,Kolusi dan
Nepotisme (KKN), UU No.8 Tahun 1974 jo UU No. 43 Tahun 1999 tentang
kepegawaian.
(2)
Pelaksanaan
pemerintahan, yaitu berbagai bentuk keputusan pejabat negara dan pemerintahan
yang bisa dijadikan landasan hukum berikutnya.
(3)
Yurisprudensi
yang berkaitan dengan pemerintahan.
(4)
Doktrin
atau pendapat para ahli tata pemerintahan yang terkemuka, yang berupa hasil
pemikiran yang bernas tentang berbagai aspek hukum tata pemerintahan,
gejala-gejala hukum yang muncul serta sengketa-sengketa yang terjadi dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
c.
Prinsip
Hukum Tata Pemerintahan
(1)
Prinsip Legalitas, prinsip yang merupakan
konsekuensi Indonesia sebagai negara hukum, yang menyatakan bahwa setiap
perbuatan, tindakan atau kebijakan aparatur pemerintah harus didasarkan pada
hukum yang berlaku.
(2)
Prinsip Oportunitas, yaitu prinsip bahwa pejabat
pemerintahan dalam melakukan pengambilan keputusan memiliki kebebasan yang
dilandasi kebijaksaan.
(3)
Prinsip Adaptasi, yaitu prinsip hukum yang
menghendaki agar setiap pejabat pemerintahan dalam proses pengambilan keputusan
selalu diberi kesempatan untuk mengadakan perubahan, sebagai langkah
penyesuaian bagi dirinya terhadap tugas-tugas yang dihadapi.
(4)
Prinsip Prioritas, yaituprinsip tata pemerintahan
yang memberi perlindungan serta mengutamakan pada kepentingan umum.
(5)
Prinsip Kontinuitas, yaitu prinsip hukum yang
menghendaki adanya jaminan keberlangsungan suatu keputusan yang telah
ditandatangani terdahulu tetap berlaku walaupun pejabat tersebut telah diganti.
(6)
Prinsip Keseimbangan, yaitu bahwa dalam setiap tindakan
dan kebijakan pejabat pemerintahan harus mengutamakan keseimbangan antara hak
dan kewajiban baik dalam tataran individual maupun dalam tataran sosial.
(7)
Prinsip Kesamaan, yaitu prinsip hukum yang mewajibkan
bagi setiap pejabat pemerintahan dalam setiap tindakan dan kebijakannya
didasarkan atas penempatan dirinya sama dengan pihak lain.
(8)
Prinsip Motivasi, yiatu prinsip hukum yang
menghendaki agar setiap pejabat pemerintah agar dalam setiap tindakan dan kebijakannya
terkandung dorongan yang kuat berdasarkan argumentasi (alasan) serta
berdasarkan motivasi yang benar dan kuat.
(9)
Prinsip
Bertindak Cermat, yaitu prinsip
hukum yang menunut agae setiap pejabat pemerintah dalam setiap tindakannya
didasarkan atas ketelitian dan kecermatan, karena setiap tindakannya tidak
hanya berakibat bagi dirinya sendiri tetapi juga berakibat bagi pihak lain dan
memiliki dampak yang luas.
(10) Prinsip
tidak boleh mencampuradukkan kewarganegaan, yaitu prinsip hukum bahwa setiap tindakannya, setiap
pejabat pemerintahan tidak boleh mencampuradukkan kewenangan-kewengan yang
dimilikinya dengan pejabat atau lembaga yang lain.
(11) Prinsip
permainan yang layak, yaitu
prinsip hukum yang menekankan agar setiap tindakan pejabat pemerintah
senantiasa mengikuti aturan yang layak dengan memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada rakyat untuk mencari kebenaran dan keadilan atas tindakan
yang diambilnya.
(12) Prinsip
keadilan atau prinsip kewajiban, yaitu
pirinsip hukum yang menekankan bagi setiap pejabat pemerintah agar setiap
tindakan dan kebijakannya senantiasa didasarkan atas keadilan dna menghindari
kesewenangan.
(13) Prinsip
menanggapi pengharapan yang wajar, yaitu
prinsip hukum yang menekankan agar pejabat pemerintah dalam setiap tindakannya
terdorong untuk senatiasa memperhatikan harapan-harapan atau aspirasi yang
tumbuh di kalangan masyarakat pengguna jasa peemerintahan.
(14) Prinsip
peniadaan akibat-akkibat suatu keputusan, yaitu orinsip hukum yang menuntun agar setiap
tindakan dan kebijakannya, pejabat pemerintah harus senantiasa memperhitungkan
secara persisten setiap keputusan yang dimbil sebagai usaha untuk menghindari
akibat-akibat yang timbul darinya.
(15) Prinsip
perlindungan pandangan hidup, yaitu
prinsip hukum yang menghendaki para pejabat pemerintah untuk senatiasa
memberikan perlindungan terhadap pandangan hidup rakyatnya dalam setiap
tindakan dan kebijakan yang diambil.
d.
Materi
Hukum Tata Pemerintahan.
(1)
Hukum
tata penyelengaraan pemerintahan yang terdiri atas UU No.22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, UU No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah serta UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih
serta bebas dari Korupsi,Kolusi dan Nepotisme (KKN), yang lebih populer dengan
UU Otonomi Daerah.
(2)
Hukum
Agraria, yang dilandasi oleh UU NO.5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.
(3)
Hukum
kepegawaian, yang dilandasi oleh UU No.8 Tahun 1974 .
(4)
Hukum
pajak yang landasan utamanya adalah UU No.6 Tahun 1983 tentang pajak.
(5)
Hukum
tentang Investasi (penanaman Modal) baik dalam negeri maupun luar negeri.
D.
HUKUM
INTERNASIONAL
1. Definisi
Hukum Internasional
Hukum
internaasional merupakan sistem aturan yang digunakan untuk mengatur pergaulan
negara yang merdeka dan berdaulat.
2. Sumber
Hukum Internasional.
a)
Treaty atau traktat, yaitu perjanjian yang dibuat
oleh antarbangsa, baik yang bersifat bilateral (melibatkan dua negara), maupun
multilateral (lebih dari dua negara).
b)
Kebiasaan internasional, yaitu kebiasaan yang timbul
dalam praksis hubungan atau pergaulan antarnegara, yang berakibat timbulnya
hukum.
c)
Prinsip hukum umum, yiatu prinsip-prinsip hukum
yang berlaku dan diakui bagi negara berdaulat dan bangsa-bangsa yang baradab.
d)
Yurisprudensi internasional, yaitu keputusan hakim
internasional yang berkaitan dengan permaslahan yang melibatkan dua negara atau
lebih.
e)
Doktrin hukum internasional, yaitu pendapat para ahli hukum
internasional.
3. Dasar
Berlakunya Hukum Internasional.
a)
Suatu
perjanjian yang dibuat haruslah dipatuhi.
b)
Hukum
internasional memiliki derajat yang lebih tinggi daripada hukum nasional.
4. Subjek
Hukum Internasional.
a)
Negara,
yakni negara yang berdaulat dan merdeka saja yjang diakui sebagai subjek hukum
internasional.
b)
Gabungan
negara-negara, yaitu gabungan negara-negara yang bertindak sebagai kesatuan.
c)
Organisasi-organisasi
internasional, yaitu organisasi-organisasi yang dibentuk dan diakui oleh
negara-negara secara internasional seperti Liga Bangsa-Bangsa, Persatuan
Bangsa-Bangsa berserta organisasi-organisasi yang bergabung dibawahnya dan
sebagainya.
d)
Kursi
suci, yakni gereja katolik Roma yang diwakili oleh Paus.
e)
Manusia,
yang pada awalnya tidak langsung diterima sebagai subjek hukum internasional,
akan tetapi semakin lama pendapat bahwa manusia sebagai subjek hukum
internasional menjadi kenyataan, terutama setelah berkembangnya hukum perdata
internasional sebagai bagian dari hukum internasional.
5. Materi
Hukum Internasional.
a)
Aturan
tentang penentuan batas-batas wilayah suatu negara.
b)
Aturan
tentang organ-organ yang bertindak sebagai wakil negara-negara, misalnya:
Kepala Negara, Duta, Konsul dan sebagainya.
c)
Aturan
tentang terjadinya, bekerjanya dan hapusnya traktat.
d)
Aturan
tentang akibat-akibat perbuatan yang melanggar hukum internasional, seperti:
embargo, blokade dan sebagainya.
e)
Aturan
tentang kepentingan berssama yang bisa dilakukan oleh negara-negara seperti
kerjasama bidang ekonomi, pendidikan, budaya, dan sebagainya.
f)
Aturan
tentang tata cara memecahkan masalah atau persengketaan, perselisihan dengan
jalan dmai, misalnya dengan perundingan diplomatik, mediasi.
E.
HUKUM
AGRARIA.
1.
Susunan
dan Materi Undang-Undang Pokok Agraria.
Pertama, terdiri atas 4 bab:
Bab I mengatur tentang dasar
aturan serta ketentuan pokok,
Bab II
mengatur tentang Hak-hak atas Tanah, Air dan Ruang Angkasa serta Pendaftaran
Tanah.
Bab III mengatur tentang
ketentuan Pidana,
Bab IV mengatur tentang Ketentuan
Peralihan.
Kedua,
mengatur tentang konversi, yang terdiri atas sebelas pasal.
Ketiga, mengatur tentang perubahan
susunan pemerintahan desa untuk penyelenggaraan perombakan hukum agraria
menurut undang-undang ini akan diatur tersendiri.
Keempat, mengatur tentang hak-hak dan
wewenang atas bumi air dari Swapraja atau bekas Swapraja yang masih ada pada
waktu berlakunya undang-undang ini dihapus dan beralih kepada negara.
kelima, mengatur tentang nama
undang-undang ini sebagai Undang-Undang Pokok Agraria dan masa berlakunya sejak
diundangkan undang-undang ini, yakni pada tanggal 24 september 1960.
2. Isu-isu
Utama dalam Masalah Keagrarian.
(1)
Masalah
pendaftaran tanah dan pelaksanaanya
Program
pendaftaran tanah secara nasional yang disebut Program Agraria Nasional (PRONA)
pada tahun 1980-an serta awal 1990-an telah digulirkan dengan pemberian
fasilitas secara kolektif dalam pendaftaran tanah.
(2)
Masalah
Landreform
Sebagai
suatu program pertanahan secara nasional, landreform pa da prinsipnya merupakan
program perombakan mengenai kepemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan
hukum yang bersangkutan dengan penguasaan tanah.
(3)
Masalah
pewarisan tanah.
(4)
Masalah
perlindungan hak warga negara masyarakat dalam pembebasan tanah di wilayah
perkotaan.
(5)
Masalah
hak adat pertanahan.
F.
HUKUM
ADAT
1. Sumber
Hukum Adat
a)
Pepatah-pepatah
adat baik yang tersurat maupun tersirat merupakan prinsip-prinsip hukum adat
yang menjadi pegangan hidupan masyarakat Indonesia.
b)
Yurisprudensi
adat, yaitu keputusan hakim yang berkaitan dengan masalah dan sengketa adat.
c)
Dokumen-dokumen
yang memuat ketentuan yang hidup pada suatu masa tertentu ketika hukum adat
menjadi hukum positif secara nyata, baik berwujud piagam-piagam, peraturan-peraturan
atau keputusan-keputusan.
d)
Buku
undang-undang yang dikelurkan oleh raja-raja
e)
Laporan
hasil penelitian tentang hukum adat.
f)
Buku
karangan ilmiah para pakar hukum adat yang menghasilkan doktrin atau tesis
tentang hukum adat.
2. Sejarah
Hukum Adat
a.
Sejarah
penemuan hukum adat
(1)
Zaman
seblum VOC datang ke Nusantara.
Zaman ini
ditandai oleh kedudukan hukum sebagai hukum positif, yang berlaku sebagai hukum
yang nyata dan ditaati oleh rakyat di berbagai kerajaan yang hidup dan
berkembang dikepulauan yang berserakan antaran Samudera Pasifik dan Samuderan
Hindia.
(2)
Zaman
VOC (tahun 1602-1800)
Zaman ini
ditandai oleh perhatian orang asing (barat) terhadap hukum adat, baik karena
tugas jabatannya maupun karena kehendak pribadi untuk memahami keberadaan hukum
adat.
(3)
Zaman
Perintis (tahun 1783-1865)
Zaman ini
ditandai oleh metode penulisan hukum adat yang didahului atau disertai dengan
penyelidikan terhadap hukum adat, sehingga bobot tulisannya lebih bernilai
ilmiah.
(4)
Zaman
penemuan Hukum Adat (tahun 1865-1926)
Zaman ini
ditandai oleh perhatian terhadap hukum adat secara lebih mendalam melalui
perhatian, peninjauan dan penelitian yang dilakukan oleh berbagai pihak, baik
kalangan pamong praja, parlemen ataupun ahli dan praktisi hukum dengan
pendalaman perhatian pada bidang-bidang hukum adat yang beraneka.
b.
Sejarah
Politik Hukum Adat
(1)
Masa
VOC atau Masa Kompeni
Masa ini
ditandai oleh kebijakan kompeni terhadap hukum adat dengan cara saling
menghormati. Pada awalnya kompeni hanya menggunakan hukum barat (Belanda) untuk
daerah pusat pemerintahan Kompeni, sedangkan pada daerah yang belum dikuasai,
dipersilahkan bagi pendudukan untuk menggunakan hukum adat mereka, atau bagi
yang mau tunduk pada hukum Belanda, diperbolehkan.
(2)
Masa
Pemerintahan Daendels (1808-1811)
Pada
masai ini Daendels mengambil sikap jalan tengah atau kompromistis. Artinya,
hukum adat masih diperbolehkan dianut oleh penduduk pribumi.
(3)
Masa
Pemerintahan Rafless (1811-1816)
Rafless
menggunakan kebijakan atau politik bermurah hati dan bersabar terhadap golongan
pribumi, untuk mearik simpati dan ini merupakan sikap politik Inggris yang
humanis.
(4)
Masa
1816-1848
Pada masa
ini kedudukan hukum adat mulai terancam karena penguasa Hindia Belanda pada
waktu itu mulai memperkenalkan dan menganut prinsip unifikasi hukum untuk
seluruh wilayah jajahannya.
(5)
Masa
1848-1928
Tahun 1848 merupakan tahun yang
amat penting dan menetukan bagi sejarah hukum Indonessia, karena melalui suatu
komisi hukum yang diketuai oleh CJ Scholten van Oud Harlem telag berhasil
terssusun suatu kodifikasi hukum yang mengancam keberadaan hukum adat sebagai
hukum positif.
(6)
Masa
tahun 1928-1945
Masa ini
adalah masa yang penting bagi hukum adat, karena peradilan adat (Adat Kamer)
dubuka pada tanggal 1 Januari 1938 paada Raad van Justitie di Batavia, yang memiliki
tingkat kewenangan mengadili perkara-perkara hukum perdata adat pada tingkat
banding untuk daerah Jawa, Palembang, Jambi, Bangka, Belitung, Bali dan
Kalimantan.
(7)
Masa
1945 – sekarang.
Pada
massa ini hukum adat diakui secara konstitusional melalui Undang-Undang Dasar
dengan persyaratan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, sebuah
persyaratan yang syarat dengan nuansa politik.
Daftar PUStaka
Ilhami Bisri, S.H., M.Pd. 2004, Sistem Hukum Indonesia, Jatinangor,
Rajawali Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar